Populasi Kakaktua-kecil-Jambul-Kuning (Cacactua sulohurea abbotti)
Menjelang
akhir program ENJ Kami melakukan monitoring populasi sub-spesies utama
satu-satunya yang ada di dunia yaitu
Kakaktua-kecil-Jambul-Kuning (Cacactua sulohurea abbotti) tepatnya pada tanggal
11-12 Oktober 2017 di Pulau Masakambing.
Monitoring yang kami lalukan bersama dengan Pecinta Alam Kawali SMAN 1
Masalembu, BKSDA Surabaya. Kakatua Kecil Jambul Kuning merupakan satu dari enam
spesies kakatua yang terdapat di Indonesia. Kakatua Kecil Jambul Kuning
nyaris punah. Burung berjambul kuning ini menjadi salah satu 18
spesies burung yang berstatus Critically Endangered (Kritis) atau satu tingkat di bawah status
Punah menurut International Union for Conservation of Nature and
Natural Resources disingkat IUCN. Anak
jenis dan Persebaran Kakatua Kecil Jambul Kuning. Kakatuan Kecil Jambul
Kuning (Cacatua sulphurea) merupakan burung endemik Indonesia dan Timor Leste.
Burung yang nyaris punah ini tersebar di seluruh Nusa Tenggara (termasuk Bali
dan Timor), Sulawesi dan pulau sekitarnya, serta di kepulauan Masalembu. Kakatuan
Kecil Jambul Kuning terdiri atas 4 subspesies (anak jenis), yaitu:
1.
Cacatua
sulphurea sulphurea;
Anak jenis ini tersebar mulai dari pulau Sulawesi, Muna, Buton, Tanahjampea,
Kayuadi, Kalao, Madu, Kalaotoa, dan Kepulauan Tukangbesi.
2.
Cacatua
sulphurea parvula;
Anak jenis ini tersebar di Nusa Tenggara, kecuali Pulau Sumba (Lombok, Sumbawa,
Moyo, Padar, Rinca, Komodo, Flores, Pantar, Alor, Semau, dan Pulau Timor).
Selain itu terdapat juga di Nusa Penida dan Bali.
3.
Cacatua
sulphurea citrinocristata;
merupakan anak jenis endemik Pulau Sumba. Anak jenis ini mempunyai jambul
berwarna orange.
4.
Cacatua
sulphurea abbotti;
Anak jenis ini merupakan endemik kepulauan Masalembu. Masalembu merupakan
kepulauan di Laut Jawa yang terdiri tiga pulau (Masalembu, Masakambing, dan
Keramaian). Kepulaun ini termasuk dalam wilayah Kabupaten Sumenep, Jawa Timur.
Menurut pengamatan kami kakatua ini mempunyai ukuran sedang
dengan panjang sekitar 35 cm. Burung berparuh bengkok ini
mempunyai ciri khas bulu putih yang menutupi hampir seluruh tubuhnya. Di kepalanya terdapat jambul
berwarna kuning yang dapat ditegakkan. Kakatua-kecil jambul-kuning memiliki
paruh berwarna hitam serta kulit di sekitar matanya berwarna kebiruan dan
kakinya berwarna abu-abu. Bulu-bulu terbang dan ekor burung langka ini berwarna
kuning.
Menurut Daeng
Usman, seorang pegawai BKSDA yang ditempatkan
di Pulau Masakambing. Makanan burung ini adalah biji-bijian, kacang, dan
aneka buah-buahan. Sebagaimana jenis kakatua lainnya, Kakatuan Kecil
Jambul Kuning (Cacatua sulphurea abboti) merupakan burung
yang pandai. Burung yang nyaris punah ini dapat dilatih untuk melakukan
berbagai gerakan dan menirukan ucapan manusia.
Pengamatan
kami bertumpu pad waktu tertentu saja. Di sore harinya pengamatan kami dimulai
setelah ashar hingga menjelang maghrib dan malam hari pada pukul 23.00 WIB.
Saat itulah kami menghitung jumlah populasi burung di pohon-pohon tidur para
Kakatuan Kecil Jambul Kuning (Cacatua sulphurea abboti).
Pohon tidur adalah lubang pohon yang sudah rapuh yang tersedia di alam sebagai
sarang mereka. Keuntungan bersarang di lubang pohon adalah melindungi diri dari
predator dan perlindungan dari cuaca yang ekstrim. Selain sore dan malam tim
kami yang berjumlah 11 orang beserta tim Pecinta Alam Kawali yang dipandu Pak Daeng Usman melakukan
pengamatan pada watu pagi hari sesudah ashar hingga matahari terbit setinggi
tombak. Kami berpencar ke tiap-tiap pos pengamatan dan mencatat kegiatan apa
saja yang dilakukan burung tersebut, mulai dari waktu, jumlah, arah terbang dan
aktivitasnya. Jika mereka terbang maka akan terbang kearah mana atau kea rah
posnya siapa. Semua dilakukan untuk menghindari perhitungan ganda pada individu
yang sama. Pada malam harinya kami dikebut untuk mengolah data sehingga pada
akhir perhitungan jumlah Kakatuan Kecil Jambul Kuning (Cacatua sulphurea
abboti) berjumlah 19 ekor di Pulau Masakambing.
Menurut
Daeng Usman terancamnya keberadaan kakatua kecil jambul kecil ini disebabkan
oleh penangkapan dan perdagangan ilegal, kerusakan pada habitatnya yang
disebabkan oleh penebangan hutan, kurangnya ketersediaan air, dan adanya
kompetisi dengan burung lain seperti parrot dan burung hantu dalam membangun
sarangnya di pohon besar. Burung ini juga terkadang dianggap sebagai hama
tanaman sehingga seringkali dianiaya. Baru-baru ini kita bahkan dikejutkan
dengan berita tentang tertangkapnya sindikat perdagangan ilegal burung kakatua
di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Para pedagang ilegal ini dengan kejamnya
meletakkan burung langka ini ke dalam botol air mineral untuk diselundupkan,
akibatnya banyak burung kakatua yang lemah dan mengalami stress, bahkan beberapa malah mati. Burung
yang masih bertahan hidup dirawat di suatu lembaga konservasi untuk pemulihan
kemudian dilepas ke habitat aslinya setelah pulih.
Disamping keberhasilan
dalam peningkatan jumlah populasi, tingkat tekanan terhadap spesies tersebut
juga tinggi. Habitat yang berada diluar kawasan konservasi dan berada di
pemukiman masyarakat serta kebiasaan kakaktua itu sendiri telah menjadi
pemicunya. Sebagian besar masyarakat sudah mulai sadar akan pentingnya
konservasi terhadap burung yang kian punah ini. Penebangan pohon sarang dan
pohon pakan (pohon kelapa, randu dan siwalan) untuk bahan bangunan tidak dapat
dihindarkan karena terkait dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Komentar
Posting Komentar