MODEL
PEMBELAJARAN STM
(SAINS
TEKNOLOGI MASYARAKAT)
2.1
Pengertian Model Pembelajaran Sains Teknologi
Masyarakat (STM)
Menurut Ahmad Makmur Satoso, dkk (2013:206) model
pembelajaran Sains Teknologi
Masyarakat (STM) atau Science Technology Society (STS)
merupakan suatu model pembelajaran
yang memadukan pemahaman dan
pemanfaatan sains, teknologi dan masyarakat dengan tujuan agar konsep sains dapat diaplikasikan melalui
keterampilan yang bermanfaat
bagi peserta didik dan masyarakat.
Menurut Rai
Sunajem (dalam Ferdy Novrizal, 2010:3)
pembelajaran STM dalam pembelajaran sains merupakan perekat yang
mempersatukan sains, teknologi dan masyarakat. Isu-isu sosial dan teknologi di
masyarakat merupakan karakteristik kunci dari STM. Isu-isu tersebut dipakai sebagai titik
acuan oleh guru untuk merancang dan mengimplementasikan program pembelajaran.
Menurut Edi
(dalam Dwi Gusfarenie, 2013:25) model pembelajaran STM adalah model
pembelajaran yang bertujuan menyajikan konteks dunia nyata dalam pendidikan dan
pendalaman sains. Lebih
lanjut La Maronta Galib (dalam Dwi
Gusfarenie, 2013:25) berpendapat bahwa program STM adalah belajar-mengajar
sains dan teknologi dalam konteks pengalaman dan kehidupan manusia sehari-hari,
dengan fokus isu-isu atau masalah-masalah yang sedang dihadapi masyarakat, baik
bersifat lokal, regional, nasional, maupun global yang memiliki komponen sains
dan teknologi. Menurut Dwi
Gusfarenie, (2013:25) pendapat ini sejalan dengan NSTA (National
Science Teachers Association) di Amerika (1990) yang memandang STM
sebagai pengajaran dan pembelajaran sains dalam konteks pengalaman manusia.
Menurut
Anna poedjiadi (2010:123-124), model pembelajaran sains teknologi masyarakat
mengaitkan antara sains dan teknologi serta manfaatnya bagi masyarakat. Model
ini tersusun melalui penelitian longitudinal yang dilakukan sejak tahun 1978,
kunjungan ke beberapa negara dalam tahun 1985, diskusi dengan para pakar
pendidikan dan pakar teknologi di Paris pada tahun 1993, diskusi dengan para
anggota Satuan Tugas literasi sains dan teknologi Badan Penelitian dan
Pengembanagan Pendidikan dan Kebudayaan, hasil penelitian skripsi, tesis dan
disertasi di Universitas Pendidikan Indonesia serta dukungan dari Direktur
Program Pascasarjana sehingga dapat diadaptasi pada pendidikan di Indonesia.
Adapun tujuan model pembelajaran ini adalah untuk membentuk individu yang
memiliki literasi sains dan teknologi serta memiliki kepedulian terhdap masalah
masyarakat dan lingkungan.
Seseorang yang memiliki literasi sains dan teknologi
adalah yang memiliki kemampuan menyelesaikan masalah menggunakan konsep-konsep
sains yang diperoleh dalam pendidikan sesuai jenjangnya, mengenal produk
teknologi yang ada di sekitarnya beserta dampaknya, mampu menggunakan produk
teknologi dan memeliharanya, kreatif membuat hasil teknologi yang
disederhanakan dan mampu mengambil keputusan berdasarkan nilai.
Sains dan teknologi berkembang terus sesuai dengan
perkembangan pemikiran manusia, namun hal ini tidaklah berarti manusia
diperalat oleh teknologi. Manusialah yang seharusnya memilih menggunakan
teknologi tepat guna untuk mengelola alam secara bijak dengan memperhatikan
nilai metafisika dan nilai lain-lain yang terkait.
Kata-kata kunci dari literasi sains dan teknologi yakni :
konsep-konsep yang dimiliki, menyelesaikan masalah, produk dan teknologi dan
dampaknya, memelihara produk, kreatif, mengambil keputusan berdasarkan nilai,
maka dapat dirangkum sebagai berikut.
Memiliki literasi sains dan teknologi itu tidak hanya
mampu membaca dan menulis sains dan teknologi, tetapi menyadari dampaknya dan
peduli terhadap lingkungan dan alam.
Sebagai contoh, dengan membaca tulisan “Terima kasih
untuk tidak merokok di sini”, seseorang yang telah memahami dampak negatif
nikotin bagi kesehatan, menyadari bahwa kegiatan mengisap rokok (produk
teknologi) akan mengganggu kesehatan sendiri dan orang-orang di sekitarnya yang
merupakan perokok pasif. Selanjutnya karena peduli terhadap lingkungannya,
secara sadar menahan keinginannya untuk merokok. Jadi dalam literasi sains dan
teknologi, terkandung kata-kata memahami konsep, menyadari, peduli, dan melakukan
tindakan berdasarkan nilai.
Dengan demikian pembelajaran menggunakan pendekatan sains
teknologi masyarakat yang sekarang sudah merupakan model, mengembangkan
kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor yang secara utuh dibentuk dalam diri
individu sebagai peserta didik, dengan harapan agar diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-harinya.
Produk teknologi
seperti overhead projector, televisi, komputer, hendaknya dapat dimanfaatkan
secara optimal untuk mempermudah aktivitas manusia. Overhead projector dapat digunakan
sebagai media untuk mempermudah berkomunikasi dengan banyak orang. Televisi
dapat digunakan untuk memperoleh informasi tentang kehidupan di Afrika
misalnya, untuk mengetahui terjadinya musibah di tempat tertentu di Indonesia.
Komputer dapat digunakan untuk memperoleh informasi yang aktual melalui
internet, dapat digunakan untuk memperoleh berita tentang keluarga yang ada di
negara lain melalui email, dan dapat digunakan untuk mempercepat penulisan
karya-karya ilmiah. Manusialah yang harus menentukan untuk memanfaatkan produk
teknologi tersebut sebagai produk budaya manusia pada saat tertentu.
2.2 Karakteristik
Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat
Hakan Akcay dan Robert E. Yager (dalam Dera Karina Chaeirunisa, 2013:13)
mengatakan bahwa pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat ini mencakup sebelas
fitur dasar yang penting, yaitu :
(a) Siswa mengidentifikasi masalah dari
lingkungan sekitar dan dampak bagi lingkungannya.
(b) Penggunaan sumber daya lokal
(manusia dan materi) untuk menemukan informasi yang dapat digunakan dalam
memecahkan masalah.
(c) Keterlibatan aktif siswa dalam
mencari informasi yang dapat diterapkan untuk menyelasaikan masalah dalam
kehidupan nyata.
(d) Tambahan waktu belajar di luar
kelas, di kelas atau disekolah.
(e) Fokus atas dampak dari sains dan
teknologi pada setiap siswa.
(f) Pandangan bahwa konten sains
bukanlah sesuatu yang ada begitu saja untuk siswa.
(g) Tekanan pada keterampilan proses
setiap waktu hanya karena mereka menunjukkan kemampuan istimewa melalui
praktikum ilmiah.
(h) Suatu tekanan pada kesadaran
berkarir terutama karir yang berhubungan dengan sains dan teknologi.
(i) Peluang bagi siswa untuk
menunjukkan peran dalam bermasyarakat sehingga mereka berusaha untuk memecahkan
masalah.
(j) Identifikasi adalah jalan dimana
sains dan teknologi berpotensi memberikan pengaruh yang besar bagi masa depan.
(k) Beberapa otonomi dalam proses
pembelajaran sebagai permasalahan individual telah teridentifikasi dan
digunakan untuk penyusun pengajaran.
2.3
Tujuan Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat
Dalam mengembangkan model pembelajaran STM, Robert
E. Yager dan kawan-kawan bekerja sama dengan para guru. Ini bertujuan untuk
membantu mereka dalam mengajar untuk mencapai lima tujuan utama dalam
pengajaran sains. Tujuan-tujuan itu dikarakteristikkan sebagai “Domain”,
sebagai mana yang diungkapkan oleh Yager (1996: 11-12) meliputi :
1. Domain
konsep
Domain
konsep memfokuskan pada muatan sainsnya. Domain ini meliputi fakta-fakta,
penjelasan-penjelasan, teori-teori dan hokum-hukum.
2. Domain
proses
Domain
ini menekankan pada bagaimana proses memperoleh pengetahuan yang dilakukan oleh
para saintis. Domain ini meliputi proses-proses yang sering disebut
keterampilan proses sains, seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur,
memprediksi, mengenali variabel, menginterpretasikan data, merumuskan
hipotesis, mengkomunikasikan, memberi definisi operasional, dan melaksanakan
eksperimen.
3. Domain
aplikasi
Domain ini menekankan pada
penerapan konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan dalam memecahkan masalah
sehari-hari, misalnya menggunakan proses-proses ilmiah dalam memecahkan masalah
yang terjadi dalm kehidupan sehari-hari, memahami dan menilai laporan media
massa mengenai pengembangan pemgetahuan, pengambilan keputusan yang berhubungan
dengan kesehatan pribadi, gizi, dan gaya hidup yang didasarkan atas pengetahuan
atau konsep-konsep sains.
4. Domain
kreativitas
Domain kreativitas terdiri atas
interaksi yang kompleks dari keterampilan-keterampilan dan proses-proses
mental. Dalam konteks ini, kreativitas terdiri atas empat langkah, yaitu
tantangan terhadap imajinasi, inkubasi, kreasi fisik dan evaluasi.
5. Domain
sikap
Domain
ini meliputi pengembangan sikap-sikap positif terhadap sains pada umumnya,
kelas sains, program sains, kegunaan belajar sains, dan guru sains, serta yang
tidak kalah pentingnya adalah sikap positif terhadap diri sendiri.
Secara lebih jelas domain diatas
apat diartikan sebagai ranah, dan digambarkan sebagai berikut
Gambar
1. Enam Ranah dalam Sains Teknologi Masyarakat
(Yager,E,
1996)
Ranah Proses meliputi hal-hal yang berhubungan dengan cara
memperoleh ilmu atau produk sains seperti melakukan observasi
Ranah Kreativitas
meliputi kombinasi obyek dan ide atau gagasan dengan cara yang baru, masalah menyelesaikan
masalah,mendesain alat.
Ranah sikap
meliputi sikap positif terhadap ilmu dan para ilmuwan
Ranah aplikasi
dan keterkaitan meliputi menunjukkan contoh-contoh konsep ilmiah dalam kehidupan.
2.4 Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran STM
Menurut Ahmad Makmur Satoso, dkk (2013:206-207), model STS memiliki beberapa keungulan
diantaranya:
(1)
Membentuk
individu yang memiliki literasi sains dan teknologi;
(2)
Memiliki
kepedulian terhadap masalah masyarakat dan lingkungan;
(3)
Pembelajaran
dengan model STS terdapat beberapa metode saintis yang merupakan bagian dari
pembelajaran Biologi yaitu melakukan eksperimen untuk mengatasi permasalahan
yang ada dilingkungan;
(4)
Mampu
mengakomodasi siswa untuk belajar melalui serangkaian kegiatan ilmiah.
Menurut Ahmad Makmur Satoso, dkk (2013:206-207) hal ini relevan dengan hasil
studi Nuray Yoruk et al (2010) menunjukan adanya perbedaan yang
signifikan antara kelas kontrol dan kelas perlakuan pada penggunaan model Science
Technology Society and Environment (STSE). Perbedaan nyata terlihat pada
prestasi kelas kontrol dan kelas perlakuan. Dari hasil postes menunjukan hasil
prestasi lebih baik pada kelas perlakuan. Hal ini disebabkan karena
pembelajaran dengan STSE mengangkat topik permasalahan yang ada di lingkungan
sehingga siswa mudah memahami topik dan konsepkonsep permasalahan. Di samping
itu pembelajaran dengan STSE dapat mendorong siswa lebih aktif dan pembelajaran
menjadi bersifat student center.
Penerapan model STS akan lebih efektif jika dipadu
dengan metode pembelajaran yang tepat seperti eksperimen lapangan dan eksperimen
laboratorium. Metode eksperimen lapangan merupakan metode eksperimen yang
dilakukan di tempat yang sesungguhnya, baik oleh guru maupun oleh peserta
didik. Melalui eksperimen lapangan memungkinkan peserta didik melakukan
percobaan dan akan mengobservasi fakta yang terjadi di tempat yang
sesungguhnya. Metode eksperimen laboratorium, peserta didik melakukan
eksperimen sendiri untuk kemudian diobservasi hasilnya. Metode eksperimen ini
dapat dikatakan metode manipulatif, karena peserta didik di pandu untuk mencocokan
antara kenyataan dan teori yang di pelajari, pada umumnya menemukan dan
memahami konsep melalui pengalamannya sendiri. Eksperimen lapangan dan
eksperimen laboratorium dalam STS adalah melakukan percobaan untuk memecahkan
permasalahan yang ada di lingkungan dengan memanfaatkan teknologi dan bukan
membuktikan atau menemukan suatu konsep tertentu.
Dengan demikian penerapan STS dengan eksperimen
lapangan dan eksperimen laboratorium pada materi limbah dan upaya mengkonstruk
pengetahuannya sendiri sehingga siswa lebih mudah memahami konsep atau materi
pelajaran. Melalui pengalaman belajar nyata dan langsung, maka pengetahuan yang
diperoleh siswa akan terpatri dalam memori jangka panjang, sehingga menjadi
lebih bermakna.
Menurut Anna
poedjiadi (2010:136-137), beberapa keunggulan dari model pembelajaran Sains
Teknologi Masyarakat, yaitu :
1.
Memiliki
efek ilmu yang lebih kaya karena mengembangkan aspek kognitif melalui
pengembangan keterampilan intelektual.
2.
Mengembangkan
keterampilan emosional dan spiritual.
3.
Dapat
mengangkat kelompok siswa yang berprestasi rendah lebih baik karena model ini
lebih visual atau nyata dan terkait dengan konteks masyarakat.
4.
Lebih
menarik dan lebih mudah dicerna dibanding dengan konsep-konsep yang abstrak.
5.
Umumnya
terdapat kenaikan yang cukup signifikan bagi kelompok siswa yang berprestasi
sedang, walaupun tidak setinggi kelompok yang berprestasi rendah.
6.
Meningkatnya
kepedulian siswa terhadap masyarakat dan lingkungan.
7.
Memiliki
kreatifitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan model pembelajaran lain.
8.
Lebih
mudah mengaplikasikan konsep-konsep yang dipelajari untuk kebutuhan masyarakat.
9.
Siswa
lebih memiliki kecenderungan untuk berpartisipasi dalam kegiatan menyelesaikan
masalah di lingkungannya.
Menurut Anna poedjiadi (2010:136-137), beberapa kelemahan
dari model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat, yaitu :
1.
Menggunakan
waktu yang lebih lama dibanding dengan model-model yang lain.
2.
Memerlukan
wawasan yang luas dari guru dan melatih tanggap terhadap masalah lingkungan.
3.
Memerlukan
penguasaan materi yang terkait dengan proses sains yang dikaji selama
pembelajaran oleh guru.
4.
Memerlukan
usaha dalam penyusunan perangkat penilaian secara khusus, misalnya untuk
menilai kreatifitas seseorang.
2.5 Strategi Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat
Menurut Anna poedjiadi (2010:84-85), pada
dasarnya pendekatan sains teknologi
masyarakat dalam pembelajaran, baik pembelajaran sains maupun pembelajaran
bidang studi sosial, dilaksanakan oleh guru melalui topik yang dibahas dengan
jalan menghubungkan antara sains dan teknologi yang terikat dengan kegunaannya
di masyarakat. Tujuannya antara lain adalah untuk meningkatkan motivasi dan
prestasi belajar disamping memperluas wawasan peserta didik.
Dengan
mengaitkan pembelajaran sains dengan teknologi serta kegunaan dan kebutuhan
masyarakat, konsep-konsep yang telah dipelajari dan dikuasai peserta didik
diharapkan dapat bermanfaat bagi dirinya dan dapat digunakan untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapinya maupun masalah lingkungan sosialnya.
Untuk mencapai hal itu, diharapkan guru membekali peserta didik dengan
penguasaan konsep dan proses sains, juga membekali dengan kreativitas,
kemampuan berpikir kritis, peduli terhadap lingkungan sehingga mau melakukan
tindakan nyata apabila ada masalah yang dihadapi diluar kelas.
Dengan
demikian seorang guru perlu memiliki kemampuan mengembangkan diskusi tentang
menggunakan produk teknologi secara kritis, yang intinya adalah mengembangkan
kemampuan peserta didik menanggapi, menilai, menyadari dan mengambil kesimpulan
serta mengambil langkah-langkah yang bertanggung jawab sebagai warga negara dan
warga
masyarakat yang baik.
Menurut Binti Salamah (2014:10) dengan model
Sains Teknologi Masyarakat diharapkan mempunyai efek yang lebih kaya karena
disamping mengembangkan aspek kognitif melalui pengembangan keterampilan
intelektual, model Sains Teknologi Masyarakat juga mengembangkan keterampilan
emosional dan keterampilan spiritual. Sains Teknologi Masyarakat sebagai
pendekatan dapat menjangkau siswa yang tergolong pada kelompok berkemampuan
rendah karena dengan pendekatan ini akan lebih menarik, nyata dan aplikatif.
Menurut Anna poedjiadi (2010:125-137), disamping
itu beberapa instrumen telah dikembangkan, misalnya untuk mengungkapkan
keterampilan proses, kreativitas dan sikap yang dapat merupakan indikator
kecendrungan bertindak seseorang dalam berpartisipasi aktif di lingkungan
sosialnya.
Dari
analisis terhadap penelitian-penelitian yang telah dilakukan, tampak adanya
pola tertentu dari langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pembelajaran.
Misalnya, suatu hal yang tidak boleh diabaikan adalah adanya pemantanpan konsep
yang menurut kejelian guru, untuk mencegah terjadinya miskonsepsi. Dengan
demikian dari penjelasan diatas, maka selanjutnya
pendekatan sains teknologi masyarakat telah dapat disebut sebagai model sains
teknologi masyarakat. (Gambar)
|
|||
|
|||
TAHAP
1
|
||||||
|
||||||
TAHAP
2
|
||||
TAHAP
3
|
|
|
|
Kekhasan dari model ini adalah :
1.
Tahap
1
Pada tahap ini dikemukakan isu-isu
atau masalah yang ada dimasyarakat yang dapat digali dari siswa, tetapi apabila guru tidak berhasil
memperoleh tanggapan dari siswa dapat saja dikemukakan oleh guru sendiri. Tahap ini dapat disebut dengan inisiasi atau menggali, memulai, dan
dapat pula disebut dengan invitasi yaitu
undangan agar siswa memusatkan
perhatian pada pembelajaran.
Apersepsi dalam kehidupan juga dapat dilakukan, yaitu
mengaitkan peristiwa yang telah diketahui siswa dengan materi yang akan
dibahas, sehingga tampak adanya kesinambungan pengetahuan, karena diawali
dengan hal-hal yang diketahui siswa sebelumnya yang dikemukakan pada keadaan
yang ditemui dalam keadaan sehari-hari.
Pada
dasarnya apersepsi merupakan proses asosiasi ide baru dengan yang sudah
dimiliki sebelumnya oleh seseorang. Kegiatan mengunjungi dan mengobservasi
keadaan di luar kelas itu bertujuan untuk mengaitkan antara konsep-konsep atau
teori yang dibahas di kelas dengan keadaan nyata yang ada di lapangan.dengan
mendiskusikan temuan mereka, merencanakan tindakkan selanjutnya, terjadilah
kolaborasi dan koordinasi dalam kelompok dan tercipta suatau dinamika kelompok,
yang bermanfaat bagi masing-masing anggota kelompok.
Dengan
demikian ada interaksi antara guru dengan siswa atau antara siswa dengan siswa
lain. Proses interaksi ini menuntut seseorang untuk berpikir tentang ide-ide
dan analisis yang akan dikemukakan atau cara mempertahankan pandangan tentang
isu-isu tersebut.
2.
Tahap
2
Proses pembentukan konsep dapat dilakukan
melalui berbagai
pendekatan
dan metode. Misalnya pendekatan keterampilan proses, pendekatan sejarah,
pendekatan kecakapan hidup, metode demonstrasi, eksperimen di laboratorium,
diskusi kelompok, bermain peran dan lain-lain.
Pada
akhir pembentukkan konsep ini siswa diharapkan telah dapat memahami apakah
analisis terhadap isu-isu atau penyelesaian terhadap masalah yang dikemukakan
di awal pembelajaran telah menggunakan konsep-konsep yang diikuti oleh para
ilmuan.
3.
Tahap
3
Selanjutnya
berbekal pemahaman konsep yang benar siswa melakukan analisis atau penyelesaian
masalah yang disebut aplikasi konsep dalam kehidupan (tahap 3), saat siswa
memberikan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya serta
siswa dapat mengaplikasikan konsep yang didapatkannya pada tahap 2 dalam
kehidupan.
4.
Tahap
4
Pada
tahap keempat (pemantapan konsep), guru memberikan penguatan konsep kepada siswa,
apabila ada miskonsepsi
selama kegiatan belajar mengajar berlangsung.
5.
Tahap
5
Tahap kelima (penilaian) setelah siswa
sudah cukup mengerti atau memahami tentang permasalahan yang di berikan maka
guru akan dapat melakukan evaluasi datau penilaian terhadap permasalahan tersebut.
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan
rumusan masalah dan pembahasan, maka dapat disimpulan bahwa :
1.
Model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) atau
Science Technology Society (STS) merupakan suatu model pembelajaran yang memadukan
pemahaman dan pemanfaatan
sains, teknologi dan masyarakat dengan tujuan agar konsep sains dapat diaplikasikan melalui
keterampilan yang bermanfaat
bagi peserta didik dan masyarakat.
2.
Karakteristik
model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat adalah Siswa
mengidentifikasi masalah dari lingkungan sekitar dan dampak bagi lingkungannya, Penggunaan sumber daya lokal (manusia dan
materi) untuk menemukan informasi yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah, Keterlibatan aktif siswa dalam mencari
informasi yang dapat diterapkan untuk menyelasaikan masalah dalam kehidupan
nyata, Tambahan
waktu belajar di luar kelas, di kelas atau disekolah, Fokus atas dampak dari sains dan
teknologi pada setiap siswa,
dan sebagainya.
3.
Menurut
Zulfiani, dkk (dalam Faridatul Amaniyah, 2015:13-14) ditinjau
dari setiap ranah pembelajaran sains maka pembelajaran sains dengan pendekatan
STM diharapkan akan menghasilkan,
yaitu : ranah pengetahuan, ranah sikap, ranah proses
sains, ranah
kreatifitas, dan ranah hubungan dan aplikasi
4.
Pendekatan
Sains Teknologi Masyarakat dalam pembelajaran melalui 5 tahap yaitu pendahuluan:inisiasi/invitasi/persepsi eksplorasi terhadap siswa, pembentukkan/pengembangan konsep, aplikasi konsep dalam kehidupan : penyelesaian masalah atau analisis isu, pemantapan konsep, dan penilaian.
5.
Menurut
Anna poedjiadi (2010:136-137), beberapa keunggulan dari model pembelajaran
Sains Teknologi Masyarakat, yaitu : mengembangkan aspek kognitif, mengembangkan
keterampilan emosional dan spiritual, lebih menarik dan lebih mudah dicerna,
meningkatkan prestasi siswa, memiliki kreatifitas yang lebih tinggi, dan
sebagainya. Sedangkan kelemahannya, yaitu : menggunakan waktu yang lebih lama,
guru memerlukan wawasan yang luas dari guru dan melatih tanggap terhadap
masalah lingkungan, memerlukan penguasaan materi yang terkait dengan proses
sains yang dikaji selama pembelajaran oleh guru dan memerlukan usaha dalam
penyusunan perangkat penilaian secara khusus.
6.
Contoh-contoh
model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat untuk bidang Biologi, di
antaranya pada meteri : Pencemaran Air, Pencemaran Udara, dan Pencemaran Tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Gusfarenie, Dwi. 2013. Model Pembelajaran Sains Teknologi
Masyarakat (STM). Edu-Bio, Vol 4, Tahun 2013. Tersedia dalam http://download.portalgaruda.org/article.php?article=252704&val=6813&title=Model%20Pembelajaran%20Sains%20Teknologi%20Masyarakat%20(STM). Diakses tanggal 18 Februari 2016.
Karina, Dera Chaeirunisa. 2013. Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Berfikir Kreatif dan Sikap terhadap
Sains Siswa SMP setelah diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dan
Lingkungan dalam Pembelajaran IPA-Fisika. Universitas Pendidikan Indonesia.
Bandung.
Makmur, Ahmad Satoso,
dkk. 2013. Penerapan Model
Science Technology Society melalui Eksperimen Lapangan dan Eksperimen
Laboratorium ditinjau dari Sikap Peduli Lingkungan dan Kreativitas Verbal Siswa.
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta.
Novrizal, Ferdy. 2010. Pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknologi
Masyarakat terhadap Peningkatan Penguasaan Konsep Fisika pada Konsep Usaha dan
Energi. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Poedjiadi, Anna. 2010. Sains Teknologi Masyarakat Model Pembelajaran Kontekstual Bermuatan
Nilai. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.
Salamah, Binti. 2014. Penerapan
Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) untuk Meningkatkan Prestasi
Belajar IPA Siswa Kelas IV MI Ma’arif Jekeling Kulon Progo. Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta.
.
Komentar
Posting Komentar